Album yang berjudul “gajah” ini adalah album kedua dari Tulus. Ketika mendengarkan album pertamanya, saya pikir banyak sekali lagu yang tidak mainstream (terutama liriknya). Satu-satunya lagu yang mainstream hanya yang berjudul “sewindu.” Melihat posisi Tulus di industri musik saat ini yang mungkin tidak seterkenal artis mainstream lainnya, lagu-lagunya juga jarang diputar di radio, saya berasumsi di album kedua ini dia akan main aman dengan membuat lagu yang lebih mainstream dari album pertama. Ternyata begitu album keduanya muncul, Tulus tetap berpegang teguh dan setia dengan idealisme bermusiknya dia dan itu yang membuat saya semakin salut dan respek dengan Tulus.
Memang butuh waktu untuk bisa mengenal sosok bermusik Tulus. Di album pertama, saya juga tidak begitu kenal dengan tulus. Tapi semakin lama saya melihat pergerakannya di dunia musik, ditambah juga karya-karya visualnya di instagram, saya jadi semakin paham bahwa Tulus ini adalah seniman. Dia bukanlah sekedar penyanyi yang membawakan lagu dan lirik ciptaan orang lain yang mudah diterima pasar, tapi dia adalah artist yang sesungguhnya yang bisa membalut expresi diri dan menyampaikannya dengan caranya sendiri. Lagu di album keduanya, ada Baru, ada bumerang, ada sepatu, ada Gajah (yg dia jadiin judul album ini), ada bunga tidur, ada tanggal merah, ada lagu untuk matahari, ada satu hari di bulan juni, dan yang terakhir ada jangan cintai aku apa adanya.Ketika kita sudah mengenal sosok Tulus dan jiwa seniman yang dia miliki, album kedua ini menurut saya menjadi jauh lebih bisa dimengerti.
Overall, saya melihat isi di album Gajah ini banyak berbau revenge, baik yang disampaikan dengan gamblang atau dengan lirik sarkas. Yang paling jelas adalah track pertama yang berjudul Baru. Itu seakan pengen bilang “liat nih gw sekarang, yang dulu elu gak pernah ngeliat atau merhatiin gw.” Bumerang juga gitu tapi lebih ke arah orang yang pernah nyatikin dia. Tapi menurut saya yang paling epic adalah lirik lagu yang berjudul Gajah. Interpretasi saya menganggap lirik itu adalah kalimat balasan untuk orang-orang yang (dulu mungkin) pernah ngata-ngatain Tulus dan manggil dia gajah.
Dari segi lirik, saya sangat yakin banyak yang mungkin tidak akan bisa menerima ini dengan baik di masyarakat mainstream. Lirik yang paling normal (tapi tetap indah) menurut saya adalah yang judulnya “Jangan Cintai Aku Apa Adanya” yang kayaknya bisa jadi hits yang seliweran di radio-radio. Tapi yang perlu diacungkan jempol adalah idealisme bermusik dalam lirik Tulus ini tidak serta merta disajikan mentah. Lirik-lirik tersebut dibungkus oleh suara Tulus yang khas, lembut, dan hangat beserta komposisi musik yang sangat Indah. Suara dan musik yang ada di lagu-lagu Tulus ini, kalau dia pakein lirik-lirik mainstream ala band-band masa kini, tentu bisa menjadi hits juara di radio-radio. Lagu Gajah itu indah banget kalau menurut saya dari aransemen musiknya. Lagu-lagu lain juga banyak yang aransemen dan komposisinya cantik dengan membawa aura blues, jazz, dan pop yang simpel. Jadi kalau menurut saya ini adalah cara Tulus untuk mendeliver idealismenya berpuisi dengan penyajian yang tetap indah.
Saya kagum dengan Tulus karena bisa membuat album keduanya lebih bagus dari album pertamanya, karena jarang ada orang yang bisa konsisten bikin album kedua bisa sebagus album pertama, apalagi lebih bagus dari album pertama. Biasa banyak yang akhirnya bereksperimen kesana-sini dan menjadi kehilangan jati dirinya. Raisa aja menurut saya album keduanya tidak sebagus album pertamanya. Atau Maliq yang semakin ke sini semakin berubah jauh dari album pertamanya yang sangat simpel menjadi kompleks dan ekperimental. Tulus ini bikin album kedua yang semakin dalam dan menunjukan jati diri musiknya.
0 komentar:
Posting Komentar